Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2021

Kisah Akhir Dari Pertempuran Inggris di Surabaya

Jakarta - Meleset jauh dari target yang sudah ditetapkan, tentara Inggris baru bisa penuh menguasai Surabaya setelah 23 hari bertahan dalam "neraka" yang panjang. Surabaya sungguh tak berbentuk di awal Desember 1945. Keadaan kota porak-poranda, mayat-mayat manusia bercampur hewan bergelimpangan di mana-mana. Bau mesiu tercium menyengat bersanding dengan bau busuk dan aroma asap gedung-gedung terbakar. Di bawah langit yang berwarna kelabu kemerah-merahan, pasukan infanteri Inggris bergerak lambat. Mereka tak berani gegabah lagi untuk melangkahkan kaki. " Pejuang Indonesia hanya bisa diusir dari Surabaya setelah pengeboman artileri dan penembakan meriam dari kapal perang secara besar-besaran ...,"ungkap Mayor R.B. Houston dari Batalyon Gurkha Rifles ke-10 dalam What Taken place in Java; Background of the 23rd Division. Sebagian besar pasukan Indonesia memang sudah mundur ke batas kota. Namun demikian situasi keamanan di kota tersebut belum sepenuhnya p

KIsah Sejarah Buaya Pemakan Manusia di Palu Yang Dibunuh Warga Jerman Dengan Peluru Emas

Jakarta - Buaya yang hidup di Sungai Palu, Sulawesi Tengah, menyimpan banyak cerita sejarah . Salah satu sejarah yang kini terekam di memori warga Suku Kaili, penduduk asli Lembah Palu, Sulawesi Tengah, adalah pembunuhan seekor buaya ganas dan berukuran besar yang menerkam seorang penambak pasir di Sungai Palu. Tossi Fischer adalah si penembak buaya itu. Ia dan ayahnya, John Fischer, adalah warga negara Jerman. Mereka membunuh buaya itu dengan peluru emas di Kampung Baru, tepatnya di Jembatan III Palu sekitar tahun 1957. Buaya besar yang dibunuh itu kemudian dibelah dan didapati potongan-potongan manusia di dalam isi perutnya. Setelah kejadian pertama itu, warga kemudian menghentikan aktivitasnya di Sungai Palu. "Semenjak itu sampai saat ini cerita buaya makan orang itu adalah terakhir dan hingga sekarang tidak pernah lagi ada cerita buaya makan manusia lagi,"kata Koordinator Komunikasi Historia Sulteng, Moh Herianto kepada PaluPoso, Jumat (28/2). Tahun 1957 hingg

Mengetahui Kisah Sejarah Guillotine, Alat Pengal Kepala Manusia Untuk Eksekusi Mati

Jakarta - Sejarah alat penggal kepala manusia, atau lebih dikenal dengan disebutan guillotine, diketahui terakhir kali digunakan sebagai alat eksekusi mati pada 10 September 1977 di Prancis. Korban terakhir dari alat tersebut adalah Hamida Djandoubi, imigran asal Tunisia yang menjadi terlibat aksi pembunuhan. Hamida dieksekusi di Penjara Baumetes, Marseille, Prancis. Guillotine sendiri meraih puncak ketenaran pada masa-masa Revolusi Prancis (1789 - 1799). penamaan guillotine sendiri dinamai sesuai nama ahli fisika asal Prancis, Joseph-Ignace Guillotin, sebagai pengusul penggunaan alat untuk eksekusi mati terebut. Sebagai catatan, Guillotin bukanlah sosok penemu dari alat eksekusi mati tersebut. Bahkan, dalam biografinya tertulis jika ia mengatakan bahwa dirinya sangat menentang hukuman mati. Guillotine justru ditemukan oleh Antoine Louis. seorang dokter bedah yang berasal dari Metz, Prancis. Munurut sejarahnya, alat eksekusi serupa sudah digunakan di Irlandia dan Inggri

Mengetahui Kisah Kehidupan Warga Surabaya Pada Tahun 1850 an, Belum Ada Penerangan Jalan

Jakarta - Kisah sekitar tahun 1850-an, belum ada penerangan jalan di Kota Surabaya. Tak heran, jika pada malam hari warga kota berdiam diri di rumah. Pasalnya, di luar rumah pun tak ada apa-apa saat malam hari. Saat itu, jika orang Belanda ingin pergi ke suatu pertemuan, ia menyuruh budaknya berjalan mendahuluinya dengan membawa lampu untuk menerangi jalan sang majikan. Sementara itu, orang-orang pribumi yang hendak keluar malam biasanya membawa sendiri obor untuk menerangi jalannya. Lampu Ublik Pada tahun 1858, Pemerintah Belanda di Surabaya memasang penerangan jalan berupa lampu-lampu ublik yang menggunakan bahan bakar minyak kelapa. Operasional penerangan jalan di Kota Surabaya diserahkan kepada pemborong Cina dengan biaya 239 gulden dalam satu bulan. Di samping bayaran tersebut, sang pemborong juga mendapat bantuan tenaga manula. Saat itu, ada 20 orang manula yang dipekerjakan sebagai tenaga operasional penerangan jalan. Pekerjaan tersebut merupakan bentuk hukuman l