Mengetahui Peristiwa 10 November, Kisah Mayjen Sungkono Komandan Perang di Surabaya

Jakarta - Peristiwa 10 November yang terjadi di Kota Surabaya merupakan peristiwa bersejarah dalam perjalanan terbentuknya Republik Indonesia. Pada peristiwa itu, rakyat beserta para tentara bertempur habis-habisan melawan tentara sekutu dan Belanda yang berusaha kembali menjajah Indonesia.

Salah satu tokoh yang terkenal dalam peristiwa ini adalah Bung Tomo. Dia membakar semangat para pejuang Surabaya dengan orasi-orasinya. Di samping Bung Tomo, sebenarnya ada satu tokoh lagi yang perannya cukup besar dalam peristiwa itu. Dia adalah Mayjen Sungkono.

Dalam peristiwa 10 November, Sungkono merupakan Komandan Angkatan Perang Surabaya. Dia pun memimpin penyerbuan para prajurit Badan Keamanan Rakyat (BKR) dari Mojokerto menuju Surabaya. Lantas bagaimana pengaruh Mayjen Sungkono dalam peristiwa itu?

Dilansir dari Wikipedia.org, Mayjen Sungkono lahir pada 1 Januari 1911 di Purbalingga, Jawa Tengah, dari seorang pasangan tukang jahit, Tawireja dan Rinten. Ia menempuh pendidikan di Hollands Indische Institution (HIS) pada tahun 1928 dan kemudian melanjutkan ke MULO.

Setelah lulus dia meneruskan pendidikan ke Zelfontelkeling hingga kelas dua dan mengantongi ijazah pendidikan militer dari sekolah teknik perkapalan di Makassar.

Pada masa penjajahan Jepang, Sungkono masuk tentara PETA dan mengikuti latihan di Bogor. Pada awal tahun 1945, dia diangkat menjadi Chondancho dengan pangkat kapten dan ditempatkan di Surabaya. Setelah proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, ia mengajak mantan PETA, Heiho, KNIL, dan pemuda pejuang untuk bergabung dalam BKR.

Untuk melengkapi amunisi BKR, Sungkono dan para prajuritnya melakukan misi merebut senjata dari tangan Jepang. Dalam misinya, ia melucuti senjata para tentara Jepang dengan cara berdiplomasi dengan tentara Jepang yang dipimpin Iwabe. Pelucutan senjata itu berhasil dilakukan setelah melalui pembicaraan yang alot.

Pelucutan senjata itu dilakukan dengan cara sandiwara seolah-olah PETA merampas senjata dari Jepang. Hal inilah yang nantinya Jepang katakan pada sekutu bahwa senjata mereka direbut oleh pemuda-pemuda Indonesia.

Selain diplomasi, pelucutan senjata tentara Jepang juga dilakukan dengan penyerbuan. Salah satu penyerbuan Sungkono lakukan di markas Kaigun Jepang di Gubeng. Pada saat itu, tembak-menembak tak terhindarkan.

Pada akhirnya komandan markas itu menyatakan pada anggota polisi bahwa ia mau menyerahkan senjata asal ada orang berkuasa di Kota Surabaya yang mau menerimanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengetahui Kisah Sejarah Guillotine, Alat Pengal Kepala Manusia Untuk Eksekusi Mati

Mengetahui Kisah Kehidupan Warga Surabaya Pada Tahun 1850 an, Belum Ada Penerangan Jalan

Kisah Akhir Dari Pertempuran Inggris di Surabaya