Mengetahui Kisah Sejarah Benteng Oranye
Jakarta - Fort Oranje atau Benteng Oranye merupakan salah satu Benteng yang berada di atas Bukit Arang Desa Dambalo, Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara, Gorontalo. Benteng Oranye ini diduga buatan bangsa Portugis pada abad ke-15.
Lokasi benteng berjarak sekitar 61 kilometer dari Kota Gorontalo, atau dua kilometer dari pusat pemerintahan Gorontalo Utara. Sesampainya di lokasi, pengunjung harus menaiki ratusan anak tangga untuk bisa berada di titik situs Benteng Oranye.
Menurut salah seorang Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB)
Gorontalo, Buhanis Ramina, keberadaan benteng ini diperkirakan sudah ada
sejak tahun 1527. Benteng merupakan awal kedatangan bangsa Portugis ke
wilayah Gorontalo.
Tujuan pembangunan benteng ini pun sebagai alat pertahanan dan mengontrol jalur pelayaran. Karena dulu, menurut Buhanis, wilayah perairan Sulawesi menjadi target utama perampokan bahan-bahan rempah yang dicuri oleh bangsa kolonial.
"Jika dilihat dari lokasinya di pinggir sungai dan pantai Kwandang, maka
benteng ini kemungkinan digunakan untuk menghalau bajak laut yang akan
ke daratan melewati sungai tersebut,"jelasnya.
Menurut Buhanis, benteng tersebut sudah mengalami beberapa renovasi.
Kala itu bangsa Portugis membangun Benteng Oranye dengan menggunakan
batu karang dan batu gunung yang direkatkan dengan kapur.
Lalu, saat
Belanda masuk ke wilayah benteng ini pada abad ke-18, bangunan tersebut
diperkuat dengan bahan semen dan penambahan bangunan kecil di atas bukit
sebagai tempat meriam.
"Kedatangan tentara Belanda di Gorontalo menyebabkan Portugis terancam.
Persaingan dagang dan perebutan kekuasaan di salah satu daerah sumber
penghasil rempah-rempah, memaksa Portugis meninggalkan Gorontalo,"ungkapnya.
Pihak BPCB sendiri sebelumnya telah melakukan ekskavasi di lokasi benteng, dengan ditemukannya bastion (benteng pertahanan) baru yang menunjukkan struktur Benteng Oranye lebih besar dari sebelumnya.
"Sebelumnya masyarakat mengenal benteng ini hanya memiliki satu bastion
yang digunakan untuk memantau pasukan musuh. Namun, dari hasil
penelitian, ada tiga bastion yang berbentuk bulat telur,"katanya.
Benteng Oranye sudah ditetapkan jadi cagar budaya, lewat Peraturan
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No Pm 30/pw 007/mkp 2008 dengan nomor
registrasi BP #. GTLO/75/05.02/ 002. Dengan ini menyatakan sebagai situs
cagar budaya yang harus dijaga dan dilestarikan.
Nurmiati Umar (61 ), salah seorang penjaga situs tersebut saat dijumpai
banthayo.id, mengatakan benteng ini mulai direnovasi kembali oleh
pemerintah pada tahun 2016. Mereka menambah beberapa fasilitas tempat
duduk, aula, dan musala yang bisa digunakan oleh pengunjung. "Dan itu diperuntukan untuk kegiatan-kegiatan pemerintah dan juga para wisatawan,"katanya.
Sebelum masuk dalam kategori cagar budaya, Nurmiati mengungkapkan
benteng ini masih terlihat kumuh serta dipenuhi semak belukar. Sehingga
pada saat itu masyarakat tidak mengenali peninggalan ini sebagai benteng
bersejarah di Gorontalo.
"Saya bersama suami saya sudah dari tahun 1992 dipercayakan menjaga
benteng ini. Saat itu di tempat ini masih dijadikan perkebunan warga
setempat. Selanjutnya, benteng ini ditemukan oleh seorang imam dan
meminta agar pemerintah bisa membenahinya,"ujarnya.
Tambahnya, seiring perkembangan zaman, wisawatan yang mengunjungi lokasi ini terbilang minim, meski hari libur. "Biasanya hanya tiga, dua orang yang berkunjung dalam waktu seminggu.
Dan untuk biaya masuknya sesuai dengan keikhlasan mereka,"tutup
Nurmiati.
Komentar
Posting Komentar