Kisah Perang Saudara di Amerika, Puncak Dari Perjuangan Antara Pendukung Dan Penentang Perbudakan di Amerika
Jakarta - Perang Saudara Amerika adalah puncak dari perjuangan antara pendukung
dan penentang perbudakan yang dimulai sejak berdirinya Amerika Serikat
(AS). Menurut sejarah Amerika, konflik antara negara bagian Utara dan
pemilik budak di negara bagian Selatan ini telah coba dilunakkan dengan
serangkaian kompromi politik.
Tetapi pada akhir 1850-an masalah perluasan perbudakan ke negara bagian
barat telah mencapai titik didih. Terpilihnya Abraham Lincoln, anggota
Partai Republik anti-perbudakan, sebagai presiden pada 1860 juga memicu
pemisahan 11 negara bagian Selatan.
Negara-negara bagian Selatan itu membentuk Konfederasi Amerika Serikat,
dan mendorong terjadinya perang saudara. Puncaknya terjadi dengan
pecahnya permusuhan bersenjata di benteng Sumter.
Pemicu perang saudara Amerika
Perluasan perbudakan ke wilayah dan negara bagian baru telah menjadi masalah sejak 1784. Ketika wilayah budak Missouri mencari status negara bagian pada 1818, Kongres AS berdebat selama dua tahun sebelum tiba pada Kompromi Missouri 1820.
Proses itu adalah tahap awal dari serangkaian kesepakatan politik yang dihasilkan dari argumen antara kekuatan pro-perbudakan dan anti-perbudakan, atas perluasan "sistem perbudakan" hingga ke wilayah Barat Amerika Berakhirnya Perang Meksiko-Amerika pada 1848 memperluas wilayah AS sekitar 500.000 mil persegi (1,3 juta kilometres persegi).
Adanya wilayah baru ini menambah rasa urgensi baru pada perselisihan tersebut. Pada 1850-an, semakin banyak orang Utara, yang terdorong oleh moralitas atau minat untuk melindungi tenaga kerja bebas, menjadi percaya bahwa perbudakan perlu diberantas.
Sementara itu, 'kelompok kulit putih' yang
berkuasa di Selatan takut jika membatasi perluasan perbudakan akan
membuat sistem yang menggerakan ekonominya mati.
Ekonomi sebelum pecah perang saudara Amerika
Antara 1815 dan 1861 ekonomi negara bagian Utara dengan cepat mengalami
modernisasi dan diversifikasi. Orang Utara telah banyak berinvestasi
dalam sistem transportasi yang luas dan beragam.
Ini mencakup kanal, jalan, kapal uap, dan rel kereta api. Kebanyakan pertanian berskala kecil, yang mengandalkan tenaga kerja bebas, tetap menjadi sektor dominan di Utara. Tapi industrialisasi telah mengakar di sana.
Ada juga
perkembangan di industri keuangan seperti perbankan dan asuransi.
Termasuk munculnya jaringan komunikasi besar yang menampilkan surat
kabar, dan majalah. Buku yang murah tersedia secara luas, bersama dengan
penggunaan telegraf.
Sebaliknya, ekonomi Selatan terutama didasarkan pada pertanian besar
(perkebunan) yang menghasilkan tanaman komersial seperti kapas. Lapangan
kerja ini mengandalkan budak sebagai tenaga kerja utamanya.
Alih-alih berinvestasi di pabrik atau rel kereta api seperti yang
dilakukan orang Utara, orang Selatan menginvestasikan uang mereka pada
budak dari pada tanah. Pada 1860, 84 persen dari modal di negara-negara
bagian Utara yang bebas (bukan pemilik budak), diinvestasikan dalam
manufaktur.
Namun, bagi orang Selatan, hingga akhir 1860, tampaknya berinvestasi pada budak lebih dinilai menguntungkan. Adapun pada 1860, kekayaan per kapita kulit putih Selatan sudah dua kali lipat dari orang Utara. Ketika itu, tiga perlima individu terkaya di AS adalah orang Selatan.
Pecah perang bersenjata
Selama dekade tersebut, kedua belah pihak menjadi semakin terpolarisasi dan politisi kurang mampu menahan perselisihan melalui kompromi.
Ketika
Abraham Lincoln, kandidat dari Partai Republik yang secara eksplisit
anti-perbudakan, memenangkan pemilihan presiden 1860, tujuh negara
bagian Selatan (Carolina Selatan, Mississippi, Florida, Alabama,
Georgia, Louisiana, dan Texas) melakukan ancaman mereka dan memisahkan
diri. Mereka berorganisasi sebagai Konfederasi Amerika Serikat.
Kemudian pada dini hari 12 April 1861, pemberontak itu melepaskan
tembakan ke Benteng Sumter, pintu masuk pelabuhan Charleston, Carolina
Selatan. Anehnya, pertemuan pertama yang akan menjadi perang paling
berdarah dalam sejarah Amerika Serikat ini tidak memakan korban.
Setelah
pengeboman selama 34 jam, Mayor Robert Anderson menyerahkan komandonya
yang terdiri dari sekitar 85 tentara kepada sekitar 5.500 pasukan
Konfederasi yang mengepung di bawah PGT Beauregard.
Dalam beberapa minggu, empat negara bagian Selatan (Virginia, Arkansas,
Tennessee, dan North Carolina) meninggalkan pemerintah Federal Amerika
untuk bergabung dengan Konfederasi.
Dengan pecahnya perang, Presiden
Lincoln awalnya menyerukan 75.000 milisi untuk bertempur selama tiga
bulan. Jumlah ini terus bertambah dengan perang yang berkepanjangan.
Dia memproklamasikan blokade terhadap pasukan negara-negara Konfederasi,
meskipun bersikeras bahwa mereka secara hukum merupakan bukan negara
berdaulat, tetapi sebagai pemberontak.
Pemerintah Konfederasi sebelumnya telah mengizinkan panggilan untuk 100.000 tentara untuk tugas setidaknya enam bulan, dan angka ini segera meningkat menjadi 400.000 prajurit.
Akhir Perang Saudara Amerika
Diperkirakan 752.000 hingga 851.000 orang tewas selama Perang Saudara Amerika, yang juga disebut Perang Antar Negara Bagian. Angka ini mewakili sekitar 2 persen dari populasi Amerika pada 1860.
Pertempuran
Gettysburg merupakan salah satu pertempuran paling berdarah selama
Perang Saudara Amerika. Sekitar 7.000 kematian dan overall 51.000 orang
terluka dalam konflik ini.
Perang secara efektif berakhir pada April 1865 ketika Jenderal
Konfederasi Robert E Lee menyerahkan pasukannya ke Federal General
Ulysses S. Give di Appomattox Court House di Virginia. Penyerahan
terakhir pasukan Konfederasi di pinggiran barat terjadi di Galveston,
Texas, pada 2 Juni 1865.
Penggunaan simbol Konfederasi, terutama Bendera Pertempuran Konfederasi
dan patung pemimpin Konfederasi, dianggap kontroversial sampai saat ini.
Pasalnya, banyak yang mengaitkan simbol tersebut dengan rasisme,
perbudakan, dan supremasi kulit putih.
Komentar
Posting Komentar