Kisah Tragedi Pada 1 Oktober 1965 di Bali Menjadi Ladang Pembantaian
Jakarta - Gugurnya enam jenderal di Jakarta memantik pulau dewata menjadi ladang pembantaian manusia. Saat awal tahun 1967, masyarakat Amerika Serikat (AS) dibuat geger oleh laporan NBC television yang menayangkan hasil liputan mereka di Indonesia.
Diberitakan kurang lebih 300.000 orang yang diduga sebagai
pengikut Partai Komunis Indonesia (PKI) telah terbunuh akibat aksi balas
dendam kelompok anti komunis menyusul terjadinya pembantaian terhadap 6
jenderal di Jakarta pada 1 Oktober 1965.
Bali merupakan salah satu tempat yang didatangi oleh kru NBC TV. Di
tempat yang berjuluk pulau dewata tersebut. sepanjang 1966 puluhan ribu
manusia telah kehilangan nyawanya. Proses pembantaian massal terhadap
mereka berlangsung secara sadis dan dingin. Sebagian korban bahkan
terkesan 'pasrah' dengan nasibnya sendiri.
"Mereka datang kepada Dewan Desa dan bertanya, kapan mereka akan
dibunuh? Setelah diberitahu waktunya, mereka lantas minta izin untuk
bersembahyang dulu di pura dan pamit kepada sanak keluarga.
Besoknya
mereka menyerahkan diri lalu digiring ke pemakaman desa dan langsung
dipenggal dengan pedang,"ungkap Rata, seorang profesor muda yang juga
ikut dalam operasi pembersihan orang-orang komunis di Bali.
Dua bulan setelah berhasil memukul PKI di Jawa, Angkatan Darat
mengirimkan pasukan para komando-nya ke Bali. Menurut buku bertajuk
Pengabdian Korps Baret Merah yang dikutip oleh Julius Pour dalam G30S.
Fakta atau Rekayasa, pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD)
mendarat di tanah Bali pada 7 Desember 1965. Sebagai pimpinannya adalah
seorang perwira menengah bernama Mayor (Inf) Djasmin.
"Awal Desember 1965, pembunuhan-pembunuhan dimulai di Pulau Bali.
Sekitar 80.000 orang dari totl populasi yang lebih dari satu juta
orang, dibunuh dalam waktu sekitar tiga bulan,"ungkap Geofrey B.
Robinson dalam Musim Menjagal Sejarah Pembunuhan Massal di Indonesia
1965-1966.
Aksi pertama yang dilakukan secara terbuka terjadi pada 16 Desember
1965. Seorang tokoh Central Daerah Besar PKI Bali bernama I Gede Poeger,
diambil dari rumahnya lalu diseret ke tengah kota dengan tangan
terikat, oleh para prajurit RPKAD dan massa binaan tentara.
Tak ada satu pun ratusan manusia yang menyaksikan kejadian itu berani
mencegah ketika tubuh Poeger yang gempal ditusuk-tusuk dengan sebilah
pisau komando hingga ususnya terburai. Setelah puas menyiksa, seorang
prajurit kemudian menembak kepala lelaki malang itu hingga tewas
seketika.
"Saya menyaksikan bagaimana massa di Bali membunuh Poeger ..."ungkap
Ben Mboi dalam Memoar Seorang Dokter, Prajurit, Pamong Praja.
Di tempat lain, Mboi juga menyaksikan aksi kekejaman yang dilakukan
massa dan tentara. Mereka menyiksa tanpa belas kasihan bahkan sampai ada
orang komunis yang dibakar hidup-hidup. Saat itu Mboi tak habis pikir
bagaimana masyarakat Bali yang dikenalnya berperangai halus dan ramah
tiba-tiba bisa menjadi orang-orang yang beringas dan sangat kejam.
Pembantaian di Bali memunculkan berbagai reaksi keras dari para aktivis
pro Orde Baru sendiri. Salah satu yang mengecam habis prilaku barbar itu
adalah Soe Hok Gie, aktivis mahasiswa anti Sukarno dan salah satu
sekutu Angkatan Darat.
Soe yang menulis kecamannya di Mahasiswa
Indonesia edisi Desember 1967 menjuluki peristiwa di Bali sebagai 'suatu
penyembelihan besar-besaran yang mungkin tiada taranya dalam zaman
modern ini.'
Soe mengecam tokoh Partai Nasional Indonesia (PNI) Bali bernama Wedagama
yang telah menyerukan dilakukannya aksi pembantaian terhadap
orang-orang PKI, karena itu dibenarkan oleh Tuhan dan tidak akan
disalahkan oleh hukum yang berlaku.
"Apa yang dia katakan hanya akan membuat pembunuhan-pembunuhan,
penyiksaan-penyiksaan dan pemerkosaan-pemerkosaan semakin menggila,"tulisnya.
Komentar
Posting Komentar