Cerita Pedesaan di Swiss yang Ditinggalkan Warganya

Zurich - Musim mulai berganti di Eropa, juga di Swiss. Tidak terkecuali di Linescio, Kampung terpencil di Swiss Selatan ini mulai menggeliat dari tidur panjangnya.


Hangat datang, dingin mulai menghilang. Salju meleleh dan bunga bermekaran. Tanda kehidupan itu makin nampak ketika kami menemukan sebuah cafe yang mulai membuka pintunya.

"Untuk menyambut turis liburan Paskah," tutur Andrea, pengelolanya. Jika musim panas hilang, kafe itu juga menghilang. "Kembali tidur panjang," imbuh Andrea. Musim dingin, desa ini menjadi desa mati.

Turis pergi, dan penduduk lokal hanya keluar rumah seperlunya saja. Selebihnya, menghangatkan diri di depan perapian, sambil sesekali memandang perbukitan yang dialiri sungai Rovana.

Musim dingin tidak banyak yang bisa dilihat di kampung ini. Bukan hanya turis yang enggan datang. Orang lokal, khususnya generasi muda, juga tidak kerasan.

"Di Tessin, salah satunya desa ini, terkenal menjadi desa mati. Penduduknya sudah pergi," kata Andrea. Menempel di lereng bukit Lombardia, berada di ketinggian 668 mdpl, tidak begitu mudah untuk menjangkaunya. Meskipun beraspal mulus, namun harus melewati jalur berliku liku. Di parkiran, plat mobil sebagian besar dari luar Linescio.

150 tahun silam, Linescio berpenduduk 243 jiwa. Kini, tinggal 20 orang. Sebagian besar hijrah ke kota besar lainnya, bahkan sampai Amerika dan Australia.

Menemukan orang yang ingin menjadi kepala desa, bukan pekerjaan muda. "Itulah ciri khas desa yang ditinggalkan penduduknya. Mau apalagi," kata Andrea. Jika Linescio tidak ditinggalkan semua penduduknya, semua karena jasa Umberdo Floreo Hollenwerger.

Pria asal Lucerne, Swiss Tengah ini, mendirikan hostelleria, penginapan murah meriah untuk turis massal pada 2016. Turis diajak memotong rumput atau menata bebatuan untuk dinding rumah, arsitektur khas Tessin, Swiss Selatan.

Atau hanya bermalas malasan di tepi sungai Rovana. Ceruk bukit yang menjadi aliran Sungai Rovana, pada titik tertentu, mirip sungai berair hijau kebiruan di lembah Valle Verzasca, tetangga desa ini. Sungai di Valle Verzasca menjadi viral di dunia maya berkat airnya yang hijau kebiruan.

Sejak adanya hosteleria itulah, mulai ada kehidupan di desa ini. Meskipun ada penurunan jumlah penduduk, namun tidak sedrastis dulu. Robohnya kampung Faido Jika Linescio mati bisa bertahan, tidak demikian dengan kampung Faido, tetangga desa.

Faido kini menjelma seperti Angkor Watt. Lumut dan akar pohon menguasai bangunan batu di bukit Lombardia lainnya. Hanya 15 menit berjalan kaki dari Linescio, setelah menyeberangi jembatan batu kuno di atas Sungai Rovana, jalan setapak yang kini ditutup daun kering mengantarkan ke desa hantu Faido. "Di Tessin banyak desa atau bangunan yang ditinggalkan begitu saja," kata Marco, salah satu turis dari Swiss Tengah. Di bagian Swiss lain, Swiss Tengah, Barat, Timur atau Utara, tidak banyak bangunan terbengkalai.

"Karena ada uang untuk membangun kembali," imbuh Marco. Di sini, masih kata Marco, sumber keuangan tidak selancar di Swiss Tengah, Barat, Timur atau Utara. Jika pun ada bangunan yang masih berfungsi di kampung Faido, hanyalah sebuah chapell mungil di tepi jalan desa.

Namun engsel pintunya jebol. Hanya bekas lilin di church dengan foto bunda suci Maria, menunjukkan masih ada orang yang berdoa di tempat ini. Faido dihubungkan jalan setapak antara Linescio dan Cevio. Pejalan kaki bisa jadi menggunakan chapell itu untuk berdoa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengetahui Kisah Sejarah Guillotine, Alat Pengal Kepala Manusia Untuk Eksekusi Mati

Mengetahui Kisah Kehidupan Warga Surabaya Pada Tahun 1850 an, Belum Ada Penerangan Jalan

Kisah Akhir Dari Pertempuran Inggris di Surabaya