Mengetahui Sejarah Alun-alun Kota Malang yang Pernah Menjadi Saksi Bisu Pertemuan Panas Antara DN Aidit Dan Hasan Aidid

Jakarta - Alun-Alun Kota Malang pernah menjadi saksi sejarah pertemuan panas antara Hasan Aidid dan D.N. Aidit, duo nama mirip tapi berseberangan dalam sikap dan pandangan politiknya.

Masing-masing dalam representasi berbeda. Hasan Aidid adalah Ketua Partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) Surabaya, dan D.N. Aidit merupakan Sekretaris Jenderal Komite Sentral Partai Komunis Indonesia (PKI).

Keduanya baik pribadi maupun partai politik berada dalam kutub berbeda, bahkan saling berhadapan, apalagi kala itu dalam suasana menjelang Pemilu 1955. Entah bagaimana cerita awalnya, keduanya bertemu dan terlibat kekisruhan dalam rapat akbar yang digelar PKI di Alun-alun Kota Malang pada 28 Maret 1954.

"Kalau klaim Harian Rakjat yang terafiliasi dengan PKI, itu katanya Alun-Alun Malang dipenuhi kurang lebih 200 ribu orang yang hadir,"kata Faishal Hilmy Maulida, sejarawan politik kepada merdeka.com.

Selain dihadiri D.N. Aidit, rapat akbar itu dihadiri Eric Aarons, perwakilan Partai Komunis Australia. Sehingga memang menjadi salah satu pertemuan akbar dalam rangka unjuk kekuatan, psywar dalam rangka berusaha menggaet pemilih.

Peristiwa itu diungkapkan Hilmy, menggambarkan situasi Malang Raya menjelang Pemilu 1955. Saat itu, kekuatan PKI memang tengah dalam fad perkembangan positif dan diperhitungkan para pesaingnya.

PKI sengaja memobilisasi massa dengan rapat-rapat akbar, konvoi dengan mengorganisir para buruh, baik buruh transportasi dan buruh di pabrik gula. Peristiwa berujung kerusuhan itu pun menjadi perhatian luas dan banyak media nasional memberitakan di halaman utama. Walaupun koran mempunyai versinya masing-masing terkait penyerangan tersebut.

"Tidak bisa menyimpulkan kalau membaca dari satu koran saja. Kalau Harian Rakjat, itu jelas narasi-narasinya menjelaskan bahwasannya Hasan Aidid yang datang dari Surabaya sengaja datang untuk mengganggu rapat akbar PKI,"ungkapnya.

Hasan Aidid berteriak dan mengatakan kalau kabinet Ali-Wongso itu kafir dan pembohong, sehingga kemudian memicu peserta rapat akbar menyerangnya yang saat itu datang bersama rombongan.

Namun versi 'Harian Abadi' maupun 'Haluan' justru sebaliknya. Kedua media tersebut menulis kalau D.N Aidit di rapat akbar itu provokatif dengan mengatakan kalau Nabi Muhammad SAW itu bukan orang Masyumi dan orangnya lebih baik dari orang Masyumi.

Namun Hasan Aidid pun membantah telah mengeluarkan statement kalau Kabinet Ali-Wongso kafir dan bohong. Dia menyatakan seluruh pernyataannya telah diputarbalikkan.

D.N. Aidit disebutkan meminta jaminan keselamatan dalam rapat akbar yang dihadiri massa Masyumi yang dipimpin Hasan Aidid. Aidit sebelumnya juga disebut mengejek pemimpin-pemimpin Islam dan Wakil Presiden, Muhammad Hatta.

Terkait kedatangannya di rapat akbar itu, Hasan Aidid membantah telah mempersiapkan sebelumnya. Tapi secara kebetulan ketika rapat digelar di Alun-alun Kota Malang, dirinya beserta rombongan baru datang dari Batu.

Versi 'Harian Nasional' tanggal 1 April 1954, kejadian dalam rapat akbar PKI di Malang itu bermula dari pidato Aidit yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW bukan orang Masyumi, dan orangnya lebih baik dari orang-orang Masyumi.

Kemudian dikatakan lagi oleh D.N Aidit bahwa apabila memilih Masyumi sama saja menghendaki masuk neraka dunia. Perkataan itu langsung disambut pemuda-pemuda Masyumi yang hadir.

Harian Abadi edisi 17 Mei 1954 menyebut, massa Aidid membalas dengan teriakan, "Bohong, Aidit palsu, Aidit perampok, ingat peristiwa Madiun sambil mengacungkan tinju ke arah podium." Kejadian itu pun disusul perkelahian antarmassa, di mana beberapa pemimpin Masyumi yang hadir berusaha menenangkan mereka. Tetapi massa menolak sampai D.N. Aidit mencabut ucapannya.

Versi 'Koran Haluan' edisi 3 April 1954, D.N. Aidit yang sudah berada di bawah panggung pun akhirnya kembali naik ke platform. Aidit bersedia mencabut kalimatnya dengan mengatakan, "Saudara-saudara, jika di antara saudara-saudara ada yang merasa tersinggung dari kata-kata saya, maka saya minta maaf dan perlu saya nyatakan bahwa PKI tidak pernah menghina agama dan tidak antiagama."

Hasan Aidid dan kawan-kawannya dalam peristiwa itu berusaha mengepung dan mengancam pengunjung yang duduk di tribun. Tetapi kemudian suasana berubah kondusif ketika pihak keamanan berusaha meredakan situasi panas tersebut. Massa word play here tenang setelah Aidit mengucapkan permohonan maaf.

PKI dan Malang Raya

PKI berkembang pesat, walaupun secara organisasi pernah hancur akibat peristiwa Madiun 1948. Tetapi 1948-1954 terjadi pengorganisiran besar-besaran dengan peningkatan keanggotaan kader partai.

"Itu dibuktikan secara faktual, PKI berhasil menduduki 4 besar di Pemilu 1955. Perolehan mereka 4 besar baik di Pemilu Legislatif maupun Pemilu Konstituante,"tegas Hilmy.

Pola kaderisasinya melalui kursus, terutama bagi anggota yang ingin mendalami idologi partai dan ingin belajar baca-tulis. Tetapi kemudian muatan idologis disisipkan hingga memikat masyarakat pinggiran. "Program itu berhasil menarik banyak orang dan tahun 50-an kadernya naik hampir 200 persen,"terangnya.

Secara struktur keorganisasian, kepengurusan PKI dari Sentral Komite, Komite Besar Daerah (Provinsi), Sekretaris Komite Kabupaten/ Kota dan tingkat ranting. Posisi jabatan di struktur organisasi, termasuk underbow diisi para kader dengan berbagai publicity.

Jumlah kader yang semakin besar, diikuti perolehan suara yang terus naik dari Pemilu 1955 ke Pemilu DPRD pada 1957. PKI word play here berani meningkatkan bergaining politik dengan mengevaluasi kerja samanya dengan partai lain.

Sementara Malang Raya memiliki perkebunan luas, dengan banyaknya serikat buruh gula, serikat transportasi yang diduga memberi pengaruh perolehan suara pada Pemilu 1955 dan 1957. Aktivitas politik PKI di Malang Raya juga berkembang dinamis dengan menyasar masyarakat kelas bawah, termasuk dengan modal janji tertentu.

Kondisi ini di kemudian hari menjadi indikasi banyaknya tokoh yang ditangkap dan dieksekusi pasca peristiwa G30S/PKI. Jumlahnya diduga mencapai ribuan orang dan dieksekusi dalam kurun 1965-1966.

"Kenapa yang diambil banyak ya wajar saja. Kalau kita lihat fungsionaris partai dan underbownya di Malang Raya saja sudah di atas ratusan, apalagi kalau simpatisannya juga ikut diambil bisa sangat banyak," tegas Hilmy.

Tokoh yang dianggap terlibat PKI dan organisasi underbownya ditangkap dan dieksekusi. Beberapa dari mereka juga mengaku hanya ikut-ikutan saja dalam aktivitas PKI.

Sejumlah titik disebut menjadi lokasi eksekusi dan pembuangan mayat PKI. Selama ini banyak disebut berada di Malang bagian selatan, seperti Donomulyo, Jurang Mayit-Bantur. Namun juga disebut daerah Malang sisi utara seperti Lawang, Singosari, Tumpang, Batu, termasuk juga Purwodadi-Pasuruan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengetahui Kisah Sejarah Guillotine, Alat Pengal Kepala Manusia Untuk Eksekusi Mati

Mengetahui Kisah Kehidupan Warga Surabaya Pada Tahun 1850 an, Belum Ada Penerangan Jalan

Kisah Akhir Dari Pertempuran Inggris di Surabaya